Cahaya yang menyala tersebut sering kali dilihat oleh penduduk yang berada dibawah gunung, waktu itu terlihat jelas oleh masyarakat dari desa kelet. Dilihatnya lentera yang menyala itu sikian hari menjadikan banyak tanggapan dan pertanyaan dari penduduk Desa Kelet dan sekitarIku cahaya opo kok angger magrib urip, ngadepke esuk kok rak ono”  bahasa yang dilontarkan oleh penduduk desa kelet dan sekitar. Kalau arti bahasa indonesia  “ Itu cahaya apa kenapa setiap menjelang magrib menyala, terus ketika menjelang pagi tidak ada”. Berbulan – bulan masyarakat desa kelet melihat cahaya itu tanpa ada keberanian untuk menyurvai langsung, hal tersebut dikarenakan ketakutannya penduduk Desa Kelet karna Cahaya  tersebut terletak dipegunungan serta ditengah – tengah hutan.
balai desa damarwulan SEJARAH DESA DAMARWULAN
Disaat  masyarakat Kelet yang bingung akan cahaya tersebut,  dari sesepuh  waktu itu Mbh Abdullah atau disebut Mbh Mbedul dikasih tahu orang kelet mengutus seseorang untuk memberanikan diri untuk melihat dan membuktikan kebenaran cahaya ituBelum diketahui namanya Orang yang diutus  itu akhirnya melaksanakan amanah yang diberikan Mbh Mbedul, setelah melihat langsung ketempat beradanya cahaya, ternyata  cahaya itu adalah cahaya yang diakibatkan oleh lentera yang menyala yang dinyalakan oleh seseorang, lentera tersebut terpasang pada disebuah pohon Ketepus yang berada pada hutan kerpus.  yang digunakan untuk menerangi subuah Bale yang disebut Bale Kambang oleh seseorang yang tinggal dibale tersebut.  saat ini tempat itu dijuluki Punden Mbh Joyo Kusumo.  Kemudian timbul pertanyaan oleh orang yang menyurvai lokasi tersebut “ siapa yang menghidupkan lentera ini, sedangkan disini adalah gunung dan masih berbentuk hutan yang lebat jauh dari pemukiman penduduk? “. Ditunggunya lentera tersebut hingga muncul seseorang yang tinggal ditengah-tengah hutan tersebut hingga muncul seseorang yang menyalakan lentera tersebut.
“ Saat orang yang diutus Mbh Mbedul itu menunggu tidak diketahui apakah dia bertemu dengan orang yang menyalakan lampu lentera itu apa tidak “.
Sepengetahuan masyarakat  dan yang dituturkan oleh Petinggi Desa Damarwulan “ Toubi Hadi Soetijo 21/02/2013”. Lampu lentera yang hidup itu adalah lampu yang hidup tanpa ada yang menunggu yang ditinggalkan oleh seseorang. Menurut kabar lentera itu adalah peninggalan prajurit atau kesatria dari mataram. “tidak diketahui namanya”, orang yang diutus itu  kaget dan  bertanya – tanya dalam hati,  “ siapa kah kesatria itu kok ada disini dan mau apa? “.  Orang yang diutus Mbh Mbedul itu pun beranggapan bahwa tempat itu adalah tempat yang digunakan untuk pertapaan untuk mencari wahyu para dewa ketika itu.  karena saat itu memang banyak orang yang ingin meningkatkan Ilmu Kanuragan atau kesaktian diri salah satunya ada yang menggunakan cara mengasingkan diri ketengah Hutan, Gunung, Gua dan tempat yang sepi untuk mencari Wahyu dari para Dewa.
Seketika orang utusan Mbh Mbedul kembali kerumah, disebarkanlah kabar yang diperoleh itu kepada masyarakat sekitar, dan kabar dari orang utusan Mbh Mbedul itu menjadi jawaban yang selama itu menjadi pertanyaan dari penduduk yang berada dilereng gunung tepatnya diwilayah desa kelet dan sekitar. Kabar itupun dikabarkan kepada Mbh Mbedul oleh orang yang diutusnya dan Mbh Mbedul memberi tanggapan “ tempat itu dinamakan Damarwulan “.Kemudian daerah sekitar tempat yang dijadikan pertapaan  “ Bale Kambang “   tepatnya didukuh Bajangan Desa Damarwulan Kec. Keling Kab. Jepara, Kabar itupun menjadi puser dari desa Damarwulan.
Mbh Sebrok  salah satu sesepuh desa damarwulan ketika dikasih tahu Mbh Mbedul bahwa daerah tempat tinggalnya itu dinamakan Damarwulan dan beliu dijadikan lurah atau  sesorang pemimpin untuk wilayah tersebut.
Acara Tradisi turun temurun yang masih menjadi adat dan ciri khas Desa Damarwulan yaitu Seni Tayub, Wayang Kulit,  yang menjadi hiburan masyarakat setempat, Dan lain-lain. Ini terbukti ketika desa mempunyai hajat atau disebut dengan istilah sedekah bumi, masyarakat meramaikan hajat tersebut dengan kesenian yang Tayub dan Wayang Kulit, dan menyiapkan sesaji sebagai penghormatan untuk leluhur – leluhur desa dengan menyembelih Kerbau Jantan, dan menyiapkan Ayam Panggang Jantan dan sesaji yang lain  yang diperingati ketika Musim Apit pada bulan Jawa atau Dzulhijjah pada bulan Arab terlaksana pada hari senin Legi.
Penyembelian Kerbau jantan itu dilakukan ketika itu Balai Bekas Pertapaan itu ingin dipindah dari Baluran ke dukuh Bajangan, pemindahan pun terdapat masalah, orang-orang yang memindahkan balai tersebut kecapean waktu proses pemindahan kemudian muncul ide untuk mengangkat balai tersebut dengan bantuan kerbau, setelah kerbau itu diperoleh balaipun diangkat hingga tujuan dan setelah itu kerbau itu disembelih untuk memberi makan orang – orang yang ikut serta dalam pemindahan balai tersebut.
Hal itu masih menjadi kepercayaan yang dianut warga Desa Damarwulan, dan menjadi adat desa damarwulan tutur  Petinggi Desa Damarwulan  Saat ini “ Toubi Hadi Soetijo”.